DALAM dua dekade terakhir, industri jasa keuangan
syariah global telah berkembang cukup pesat. Termasuk di tengah
ketidakpastian pemulihan pasar keuangan dunia saat ini. Begitu pula
halnya dengan di Indonesia. Dengan penduduk muslim terbesar di dunia,
Indonesia diperkirakan mampu tumbuh menjadi salah satu negara dengan
potensi perkembangan industri keuangan syariah yang sangat besar.
Berdasar penilaian Global Islamic Finance Report (GIFR) 2013,
Indonesia menduduki peringkat kelima negara dengan potensi pengembangan
industri keuangan syariah setelah Iran, Malaysia, Arab Saudi, dan Uni
Emirat Arab. Naik dua peringkat dari 2012.
Di tingkat domestik, industri jasa keuangan syariah juga berkembang
pesat dan secara perlahan mampu berperan serta dalam mendukung
perekonomian nasional. Dari kondisi tersebut, terlihat setidaknya ada
tiga alasan utama mengapa industri keuangan syariah Indonesia harus
terus dikembangkan.
Pertama, inklusi keuangan, dalam hal ini kita harus
meningkatkan penyediaan layanan perbankan untuk masyarakat yang tidak
menggunakan jasa keuangan konvensional. Kedua, financial deepening,
yakni meningkatkan peran jasa keuangan untuk melayani ekonomi dengan
memperkenalkan lebih banyak pilihan instrumen keuangan yang unik. Dan
alasan ketiga, sebagai instrumen untuk memfasilitasi aliran
modal, terutama bagi mereka yang memiliki preferensi khusus pada
keuangan syariah.
Saat ini Indonesia telah memiliki industri keuangan syariah yang
cukup lengkap. Mulai industri perbankan syariah, industri keuangan
non-bank syariah, dan pasar modal syariah. Selama dua dekade terakhir,
tiga sektor industri jasa keuangan syariah tersebut telah menunjukkan
perkembangan cukup pesat.
Hingga triwulan kedua 2014 ini, nilai aset industri perbankan syariah
telah mencapai Rp 250,55 triliun. Pertumbuhan industri perbankan
syariah sepanjang tiga tahun terakhir rata-rata mencapai 36 persen.
Masih lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan industri perbankan
konvensional. Dengan rata-rata pertumbuhan yang cukup tinggi tersebut,
industri perbankan syariah berhasil meningkatkan market share-nya hingga hampir mencapai 5 persen.
Nilai aset industri keuangan non-bank syariah (IKNB syariah) pada triwulan kedua 2014 mencapai Rp 43,65 triliun dengan market share
hampir mencapai 10 persen. Sementara itu, pada triwulan kedua 2014,
nilai kapitalisasi saham syariah dan sukuk negara syariah di pasar modal
masing-masing mencapai Rp 2.955,8 triliun serta Rp 179,1 triliun dengan
market share saham dan sukuk negara syariah masing-masing 58,63 persen dan 9,83 persen.
Dari sisi perkembangan kelembagaan, jumlah lembaga keuangan syariah
Indonesia juga terus bertambah. Hingga triwulan II 2014 ini, jumlah
perbankan syariah di Indonesia telah mencapai 12 bank umum syariah
(BUS), 21 unit usaha syariah (UUS), dan 163 bank perkreditan rakyat
syariah (BPRS) dengan total jaringan kantor mencapai 2.582 kantor, yang
tersebar hampir di seluruh Indonesia. Sementara itu, hingga triwulan II
2014, jumlah lembaga keuangan non-bank syariah di Indonesia telah
mencapai 48 lembaga asuransi syariah dan 48 perusahaan pembiayaan
syariah.
Pada 2015 Indonesia akan memasuki suatu era perekonomian baru. Pada
tahun tersebut negara-negara ASEAN bersepakat untuk melakukan integrasi
perekonomian dalam bentuk a single ASEAN market. Di level ASEAN, industri JKS Indonesia hanya kalah oleh Malaysia yang menduduki posisi kedua dunia.
Berdasar laporan dari Islamic Financial Services Board2013, dilihat
dari rasio profitabilitasnya, industri perbankan syariah Indonesia lebih
kompetitif jika dibandingkan dengan Malaysia. Hal itu terlihat dari
nilai return on equity (ROE) dan return on asset (ROA) perbankan syariah Indonesia yang mengalahkan Malaysia. Sementara dilihat dari besaran market share
perbankan syariah di level ASEAN, GIFR menempatkan Indonesia (5 persen)
pada peringkat kedua setelah Malaysia (18 persen). Modal itu cukup
membuat kita lebih optimistis menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Dari beberapa hal di atas, terdapat beberapa tantangan yang harus
menjadi perhatian dalam pengembangan industri jasa keuangan syariah
Indonesia. Pertama, tingkat market share dan profitabilitas
industri keuangan syariah kita masih relatif rendah dibanding yang
konvensional. Rata-rata ROA perbankan syariah kita dua tahun terakhir
baru mencapai 2,4 persen. Sedangkan perbankan konvensional mencapai 3,1
persen. Sementara itu, market share perbankan syariah dan IKNB syariah masing-masing baru mencapai 5 persen dan 10 persen.
Tantangan berikutnya adalah masih rendahnya literasi keuangan
masyarakat kita terhadap produk dan jasa keuangan yang ditawarkan
lembaga keuangan syariah. Selain itu, masih terbatasnya ahli-ahli produk
dan jasa keuangan syariah, terutama untuk mendukung inovasi produk/jasa
keuangan syariah dan mengevaluasi kelayakan pembiayaan proyek-proyek
strategis. Tantangan yang lain adalah masih belum optimalnya pembiayaan
bagi proyek-proyek strategis seperti proyek-proyek infrastruktur
pemerintah, energi dan eksploitasi sumber daya alam, serta transportasi
dan komunikasi.
Oleh karena itu, untuk menjaga momentum pertumbuhan industri jasa keuangan syariah di Indonesia, OJK dan seluruh stakeholder terkait akan terus melakukan berbagai upaya strategis dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Pertama, OJK akan secara terus-menerus melakukan edukasi dan capacity building bagi industri jasa keuangan syariah Indonesia. Kedua,
OJK harus mendorong terciptanya sinergi dan kerja sama di antara pelaku
pasar di industri keuangan syariah, yaitu pasar modal syariah,
perbankan syariah, asuransi syariah, koperasi syariah, dan lembaga
keuangan mikrosyariah lainnya.
Ketiga, OJK akan mendorong penguatan infrastruktur manajemen
risiko dan budaya risiko di industri untuk mengantisipasi kemungkinan
munculnya gejolak/volatilitas ekonomi di masa depan. Keempat,
OJK bakal secara kontinu menyiapkan kerangka regulasi serta pengaturan
dan pengawasan terhadap industri jasa keuangan syariah. Kelima,
OJK akan terus meningkatkan kerja sama dengan semua pihak, baik di
level domestik maupun internasional, untuk senantiasa mengikuti arah
perkembangan kebijakan keuangan syariah di dunia internasional.
Saat ini OJK juga sedang menyusun masterplanpengembangan keuangan
syariah. Dengan begitu, pengembangan industri jasa keuangan syariah
Indonesia ke depan dapat dilaksanakan secara optimal. Khususnya dalam
menyambut era MEA 2015 untuk IKNB syariah dan pasar modal syariah serta
MEA 2020 untuk perbankan syariah. (*)
*) Ketua Dewan Komisioner OJK